Pembutan Qris karya anak bangsa Indonesia

 

 

Kita sebagai anak bangsa perlu bangga Indonesia meluncurkan Produk dalam Negeri yang bersaing dikancah internasional disaat ekonomi dunia yang sangat tidak pasti dalam waktu – waktu ini.Sejak diluncurkan pada 17 Agustus 2019, QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) menjadi tonggak penting sistem pembayaran digital nasional Indonesia. Inisiatif yang digagas oleh Bank Indonesia (BI) bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) ini mengintegrasikan berbagai penyedia jasa pembayaran (dompet digital, mobile banking, dll.) ke dalam satu kode QR nasional. Standar QRIS bahkan menggunakan protokol internasional EMVCo agar dapat saling terhubung dengan sistem global. Sejak 1 Januari 2020 semua merchant wajib menggunakan kode QRIS, menandai kebijakan tegas pemerintah untuk mewujudkan ekonomi nontunai yang inklusif.

 

 

 

 

 

 

Penerapan QRIS berjalan sangat pesat. BI melaporkan bahwa pada kuartal I 2025 sudah terdapat 56,3 juta pengguna QRIS dengan total 2,6 miliar transaksi tercatat. Sebagian besar merchant QRIS (sekitar 38,1 juta) adalah pelaku UMKM. Data BI per Triwulan I 2024 juga menunjukkan lebih dari 31,6 juta merchant dan 48,1 juta pengguna QRIS, dengan nilai transaksi mencapai Rp105 triliun di kuartal pertama 2024. Angka ini melesat 131% (yoy) hanya pada Januari 2024. Tren pertumbuhan tahunan juga spektakuler: total transaksi QRIS naik 175,2% pada 2024 dibanding tahun sebelumnya. Nilai transaksi QRIS terus bertambah: BI mencatat totalnya sudah mencapai Rp188,36 triliun per Oktober 2024, bahkan ASPI melaporkan pertambahan lebih dari Rp10 triliun setiap bulan sepanjang 2024. Secara keseluruhan, sudah lebih dari 35 juta merchant terdaftar di QRIS hingga awal 2025. Statistik ini menegaskan bahwa QRIS menjadi perangkat pembayaran yang masif di Indonesia.

 

 

Berkat kemudahan dan inklusinya, QRIS dinilai sebagai sukses besar proyek nasional Indonesia di sektor keuangan digital. Kolaborasi antara regulator dan pelaku industri (bank, fintech, asosiasi) menciptakan ekosistem yang solid. Sebagai contoh, fitur inovatif seperti QRIS TTS (Transfer, Tarik Tunai, Setor Tunai) dan QRIS Tap (NFC) terus diperkenalkan. Bank Indonesia menggandeng platform DANA untuk QRIS TTS (2022) dan meluncurkan QRIS Tap pada Maret 2025, hanya satu bulan sejak peluncuran sudah diadopsi 1,44 juta merchant. QRIS juga menjadi ujung tombak inklusi keuangan lewat program seperti Gernas BBI, sehingga merambah hingga pelosok negeri. Manfaat QRIS bagi UMKM sangat nyata: pembayaran cepat, biaya rendah, data transaksi terekam rapi (membantu akses kredit), dan transaksi tetap tercatat meski tanpa tatap muka. Semua ini menunjukkan bagaimana QRIS memperkuat usaha mikro hingga membuka peluang digitalisasi ekonomi yang lebih luas di Indonesia.

 

Kehadiran QRIS juga memantik perdebatan global. Pemerintah Amerika Serikat lewat USTR menganggap kebijakan QRIS dapat menjadi hambatan perdagangan. Menurut laporan USTR 2025, QRIS disebut menyulitkan dominasi Visa dan Mastercard di Indonesia serta minimnya konsultasi kepada pemangku kepentingan luar negeri. Isu serupa muncul soal Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) BI yang mewajibkan transaksi dalam negeri lewat infrastruktur lokal. Namun pihak Indonesia menolak tudingan tersebut. Para pemimpin sistem pembayaran menjelaskan bahwa Visa dan Mastercard sebenarnya terlibat dalam ASPI (keanggotaan EMVCo), sehingga tidak benar QRIS dibangun tanpa input internasional. Mereka juga menyatakan bahwa hingga 2023 kedua raksasa Amerika itu masih mencatat nilai transaksi tinggi di Indonesia (Visa US$76,12 miliar, Mastercard US$72,6 miliar). Justru BI memaparkan bahwa QRIS mendukung persaingan sehat: konsumen lebih suka pilihan murah bagi UMKM, sementara transaksi kartu kredit AS tetap tumbuh pada segmen menengah atas. Polemik ini menggarisbawahi persaingan antara model pembayaran QRIS yang rendah biaya dengan model kartu global AS yang lebih mahal dan alasan mengapa Amerika “mengangkat alis” karena pasar lokal mereka tertantang oleh inovasi Indonesia.

 

 

Di sisi lain, QRIS membuka potensi besar untuk pembayaran lintas negara, terutama di ASEAN. Bank Indonesia kini memimpin kolaborasi antar-bank sentral ASEAN untuk mengintegrasikan sistem QR Nasional. Pada 17 November 2023, QRIS Cross-Border resmi diluncurkan di Singapore FinTech Festival. Awalnya QRIS bisa digunakan di Singapura, dan rencananya diperluas ke Malaysia dan Thailand sesuai visi ASEAN 2025. Inisiatif Regional Payment Connectivity (RPC) juga menstandardisasi QR kode di kawasan: kini KHQR (Kamboja), QRIS (Indonesia), Lao QR, DuitNow (Malaysia), QR Ph (Filipina), PayNow (Singapura), PromptPay (Thailand), dan VietQR (Vietnam) saling terhubung. Bahkan Jepang siap bergabung menautkan sistem QR-nya ke RPC akhir 2025. Dengan ini, wisatawan atau pedagang di ASEAN dapat membayar langsung pakai QRIS atau sistem lokal masing-masing, tanpa konversi mata uang ribet. Penggunaan QRIS dalam kerjasama regional ini menunjukkan ambisi Indonesia memperluas kedaulatan keuangan digital, dari ekosistem domestik ke panggung internasional.

 

Melihat perjalanan QRIS: dari standar nasional hingga sorotan dunia, jelas QRIS telah menorehkan kisah sukses sebagai proyek ekonomi digital Indonesia. QRIS berhasil menyetarakan pembayaran nontunai, mempercepat inklusi UMKM, dan kini menjadi alat diplomasi ekonomi lewat kerjasama ASEAN. Tantangan seperti kekhawatiran negara lain dan penipuan tetap ada, namun QRIS terus berinovasi, misalnya BI terus mengawasi fraud dan edukasi pengguna. Bagi masyarakat umum, pemahaman tentang sejarah QRIS dan datanya yang terus melesat bisa menambah kepercayaan dan semangat adopsi pembayaran digital. Dengan QRIS, Indonesia tak sekadar go cashless, tapi juga menunjukkan kepada dunia bahwa satu kode QR bisa menggerakkan jutaan transaksi, memajukan UMKM, dan menantang dominasi penyedia global.(dtk)

Berita Terkait

Partai Gema Bangsa di kabupaten Cilacap
Penilaian Pengamat Asing perihal Indonesia beli ...
Indonesia berencana membeli J-10c dari ...
Omset dibawah Rp 500 juta UMKM atau ...